Kamis, 03 Januari 2019

Konflik Kelompok & Toleransi Beragama Di Indonesia


Konflik Kelompok

Konflik merupakan suatu hal yang sering dialami oleh individu dan kelompok. Dalam sejarah kehidupan manusia konflik merupakan bagian dari kehidupan yang tak pernak terpisahkan Konflik merupakan suatu dilema yang dialami individu atau kelompok. Selama ini kebanyakan orang memandang konflik dalam dua hal, yaitu sebagai hal yang natural, normal, dibutuhkan,dan tak dapat dielakan dan sebagai suatu problem yang harus diatasi. Namun selama ini image terhadap konflik terkesan negatif, artinya konflik selalu diidentik dengan permasalahan, kekerasan, tidak menyenangkan, penderitaan, dan perang.

Manusia adalah makhluk social. Sebagai makhluk social manusia memilki keinginan untuk hidup bersama atau berkelompok. Manusia memiliki sifat ketergantungan satu sama lain. Secara kodrati, manusia tidak dapat hidup sendirian, maka itu manusia selalu ingin menjadi bagian suatu komunitas atau kelompok tertentu. Kelompok merupakan salah satu ‘alat’ bagi seseorang dapat dapat mengekspresi segala keinginan, minat dan aspiriasinya. Seseorang yang bergabung pada suatu kelompok memiliki motivasi dan tujuan tersendiri. Kelompok membuat seseorang mempunyai suatu identitas tersendiri, yang berbeda dengan orang lain.

Di Indonesia, yang terkenal dengan keberagaman suku, bahasa, dan budaya menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun, dengan keberagaman itu tak jarang menimbulkan konflik antar kelompok (suku,d an agama). Kita masih ingat ketika bangsa indonesia terkena krisis ekonomi tahu 1998, setahun setelah itu konflik antar kelompok masyarakat dengan menggunakan identitas agama dan etnis di berbagai propinsi di Indonesia seperti Maluku, Poso, dan Sampit terjadi. Konflik itu tidak hanya menimbulkan korban jiwa saja melainkan menimbulkan luka psikologis yang sangat dalam bagi mereka korban konflik.

Berbicara mengenai konflik antar kelompok, maka erat kaitannya dengan kepentingan. Konflik terjadi antar dua kelompok disebabkan oleh perbedaan pendapat, kepentingan atau tujuan antara dua atau lebih pihak yang mempunyai obyek yang sama. Konflik juga bisa terjadi terjadi karena adanya ketidaksesuaia antara harapan dengan realita. Ketika suatu kelompok mempunyai harapan atau keinginan, dan ketika harapan itu terbentur oleh situasi nyata yang berlawanan, maka bisa menimbulkan konflik di dalam dan di luar kelompok. Namun dalam memahami konflik antar kelompok tidak sesederhana itu, banyak faktor yang menyebabkan mengapa timbul konflik antar kelompok tergantung konteksnya seperti apa. Masalah perekonomian, psikologis (kecemburuan, prasangka), hukum, ekonomi, serta perbedaan identitas kelompok (etnik, agama) menjadi masalah utama yang menyebabkan konflik terutama di negeri ini. Konflik intergroup juga bisa terjadi karena masalah politik,
agama, etnik, sejarah dan ekonomi (Costarelli, 2006). Contohnya konflik yang terjadi antara orang madura dan dayak.

Definisi konflik sangat kompleks dan beragam tergantung bagimana tempat dan persepsi terhadap konflik tersebut. menurut Rubin, dkk (dalam Isenhart & Spangel, 2000) konflik diartikan sebagai persepsi terhadap kepentingan berbeda. Menurut Swanström dan Weissmann (2005) konflik adalah perbedaan persepsi terhadap suatu isu oleh dua kelompok pada waktu yang sama. Wallensteen (dalam Swanström & Weissmann (2005) mendefinisikan konflik secara umum, ia mengatakan bahwa konflik adalah situasi yang dimana ada dua atau lebih kelompok yang menginginkan sumber yang langka pada waktu yang sama. Sumber langka tidak hanya berorentasi secara ekonomi saja, tetapi sejarah, lingkungan dan keamanan.

Dalam memahmi konsep konflik, kita harus mengetahui tiga hal bagian dari konflik, yaitu persepsi, perasaan, dan konflik tindakan. Konflik persepsi berkaiatan dengan pemahaman terhadap sesuatu yang dinginkan kepentingan, nilai yang berseberangan dengan orang lain atau kelompok lain. konflik sebagai perasaan berkaitan dengan reaksi emosi terhadap sesautu, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka. Sedangkan konflik sebagai action merupakan ekspresi dari perasaan dan persepsi. Konflik sebagai action biasanya berhubungan dengan power, bisa berbentuk kekerasan,dan destruktif. Lalu bagaimana konflik antar kelompok?

Konflik antar kelompok terjadi ketika ada dan kepentingan sama atau berbeda dengan tujuan berbeda dari masing-masing kelompok. menururt teori realistis konflik (realistic conflict theory) bahwa dalam hubungan antar kelompok terdapat dua tujuan berbeda terhadap sesuatu yang sama. Hal ini menyebabkan setiap kelompok ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan kelompok lain. selain itu konflik antar kelompok juga dapat dijelaskan dengan teori identitas sosial. Teori ini meliha bahwa hubungan antar kelompok harus dilihat dari perspektif kelompok bukan individu. Setiap individu dalam masyarakat dikelompokkan berdasarkan katagori yang berbeda-beda, misal jenis kelamin, suku, agama, dan pekerjaan. Maka terbentuk identitas individu, yang nantinya dapat membentuk identitas kelompok. setiap kelompok merasa lebih unggul dari kelompok lain. kelompok menjadi pusat segalanya atau etnosentris dan cenderung besifat in-group, melihat kelompok lain sebagai musuh. Hal-hal sepeti ini yang berpotensi timbulnya konflik intergroup.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik intergroup merupakan ketidaksesuaian atau perselisihan yang terjadi antar kelompok, yang diakibatkan oleh kepentingan sama atau beda dan tujuan berbeda terhadap sesuatu isu dan terjadi pada waktu relatif sama.

KESIMPULAN 

Dampak konflik ada dua, yaitu di dalam kelompok (in group) dan di luar kelompok (out group). Dampak konflik di dalam kelompok adalah Cohesion semakin meningkat, loyalitas meningkat, identitas sosial kelompok meningkat dan gangguan dalam pemecahan masalah. Semakin besar ancaman yang dirasa, maka kemampuan dalam pemecahan masalah semakin menurun dibandingkan dengan kelompok yang menerima sedikit ancaman.

Konflik antar kelompok akan meyebabkan adanya kelompok yang menang dan yang kalah. Menang dan kalah memiliki dampak yang berbeda-beda. Bagi yang menang dampaknya adalah cohesion meningkat, ketegangan menururn, berkuangnya figh spirit, Santai, timbul kepasan diri, streotype positif terhadp kelompok sendiri, sterotype negatif terhadap kelompok lain dan konsolidasi semakin. Sedangkan yang kalah, dampaknya adalah mencari alasan kenapa kalah, ketegangan meningkat, kelompok bekerja lebih keras, melakukan recovery, mencari ‘kambing hitam’ atas kekalahan, konformitas menurun, menggantikan pemimpin, dan belajar lebih banyak.

Konflik biasanya diawali dengan persaingan untuk memperbutkan sesuatu yang memiliki nilai yang langka. Setiap kelompok berusaha ingin meraihnya, dan berusaha untuk menyingkirkan kelompok lain. persaingan antar kelompok menimbulkan sikap permusuhan antar kelompok tersebut. Rasa permusuhan dapat menimbulakn prasangka, persaan marah dan perilaku diskriminasi. Ketika kondisi ini dibiarkan, maka eskalasi konflik akan mencapai puncaknya. Biasanya diwujudkan dengan konflik terbuka antar kelompok. setiap kelompok merasa kelompoknya sendiri yang paling benar. Etnosentris anggota kelompok berkembang. Setelah itu konflik akan mulai mereda, dan setiap kelompok mulai menyadari bahwa konflik hanya membawa korban bagi kedua belah pihak. Setiap kelompok mulai mengadakan kontak untuk mengurangi atau menyelesaikan konflik tersebut.


TOLERANSI BERAGAMA DI INDONESIA

Pentingnya dalam membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama, ada lima prinsip yang bisa dijadikan pedoman semua pemeluk agama dalam kehidupan sehari-hari: 
(1) Tidak satu pun agama yang mengajarkan penganutnya untuk menjadi jahat.
(2) Adanya persamaan yang dimiliki agama-agama, misalnya ajaran tentang berbuat baik kepada sesama.
(3) Adanya perbedaan mendasar ajaran tentang yang diajaran agama-agama. Di antaranya, perbedaan kitab suci, nabi, dan tata cara ibadah.
(4)  Adanya bukti kebenaran agaama.
(5) Tidak boleh memaksa seseorang menganut suatu agama atau suatu kepercayaan.

Perbedaan, dalam hal apa, adalah rahmat Tuhan yang harus disyukuri, karena jika Tuhan menghendaki keseragaman niscaya Dia dapat melakukannya. Perbedaan hendaknya dijadikan media untuk berlomba dalam lapangan kemanusiaan dan penegakkan keadilan.

Persoalan kerukunan dan toleransi ini tidak sedikit sering menimbulkan konflik antar umat beragama di berbagai daerah di Indonesia. Untuk memahami interaksi antar individu yang dapat melahirkan konflik maupun solidaritas antar sesama, tentunya dalam hal inisebagaimana merujuk pada teori knflik George Simmel yang dikutip oleh Ritzer dan Goodman (2003), bahwa kejadian konflik dikarenakan interaksi antar individu yang mempunyai “kekuatan emosional” yang kemudian membangun ikatan solidaritas antar sesama. 
Di samping itu, beberapa temuan juga telah dibuat dengan dialog antar tokoh pemimpin tokoh agama-agama dan tokoh masyarakat guna menyelesaikan resolusi konflik dalam rangka membangun kepercayaan, pengertian dan hubungan kerja sama, atau berfokus pada pencarian kesepakatan yang digambarkan sebagai negoisiasi. Sebab, dalam proses negoisiasi di dalam konteks desain resolusi konflik, peran pihak ketiga sebagai negoisiator/abitrator/mediator menjadi sangat sentral dalam bertindak sebagai penengah dan fasilitator sebuah gagasan kompromi di antara para pihak yang terlibat konflik. Oleh sebab itu, sosok negoisiator merupakan pihak yang dipercaya oleh pihak-pihak yang berkonflik, karena tujuan pokok mediasi adalah menemukan solusi praktis di dalam menyelesaikan masalah. Lalu, seperti apakah rekam jejak kerukunan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia yang dikaji dengan metode kualitatif.

Hubungan Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama

Dalam konteks kepentingan negara dan bangsa, kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, kerukunan hidup antarumat beragama merupakan prakondisi yang harus diciptakan bagipembangunan di Indonesia (Mukti Ali : 1975: 42 ).
Masalah kerukunan hidup antar umat beragama dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia., Pendeta Weinata Sairin (1996:183) memberikan komentar sebagai berikut: “Kerukunan antarumat beragam di Indonesia, merupakan satu-satunya pilihan. Tidak ada pilihan lain, kecuali harus terus mengusahakannya dan mengembangkannya. Sebagai bangsa kita bertekan untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Kita juga telah bertekad untuk terus membangun masyarakat, bangsa dan negara kita, agar menjadi bangsa yang maju dan modern tanpa kehilangan kepribadian kita.Dalam konteks itu, agama-agama mempunyai tempat dan perananyang vital dan menentukan dalam kehidupan kita bermasyarakat berbangsa dan bernegara”.
Demikian pentingnya kerukunan hidup antarumat beragama dalam proses pembangunan bangsa, hal ini disebabkan karena merekalah yang merencanakan, melaksanakan dan merasakan hasil pembangunan tersebut. Seluruh umat beragama di Indonesia adalah subjek dari pembangunan bangsa Indonesia.
Seluruh umat beragama harus memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia.Nilai-nilai religius harus dapat memberikan motivasi positif dan menjadi arah tujuan dalam seluruh kegiatan pembangunan di Indonesia.

Persatuan dan kerjasama antar umat beragama mutlak diperlukan.Namun adalah soal hubungan antarumat beragama adalah soal yang sangat peka. Banyak kejadian yang kadang-kadang mengarah kepada permusuhan dan penghancuran asset nasional disebabkan isu yang dikaikan dengan hubungan antaragama (di samping unsur lainnya yang sering disebut SARA,suku,agama, rasa dan antar golongan),walaupun sebenarnya setiap umat agama mengajarkan kerukunan antar manusia dan antarumat beragama.

Dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kerukunan hidup umat beragama, sejak beberapa tahun yang lalu Departemen Agama mengembangkan pendekatan tiga kerukunan (Trilogi Kerukunan) yaitu : Kerukunan Intern Umat Beragama, Kerukunan Antarumat Beragama dan Kerukunan Antarumat Beragama dengan Pemerintah.

Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah sangat diperlukan bagi terciptanya stabilitas nasional dalam rangka pembangunan bangsa.Kerukunan ini harus didukung oleh kerukunan antarumat beragama dan kerukunan intern umat beragama.

Kerukunan yang dimaksud bukan sekedar terciptanya keadaan dimana tidak ada pertentangan intern umat beragama, pertentangan antarumat beragama atau antar umat beragama dengan pemerintah. Kerukunan yang dikehendaki adalah suatu kondisi terciptanya hubungan yang harmonis dan kerjasama yang nyata, dengan tetap menghargai adanya perbedaan antarumat beragama dan kebebasan untuk menjalankan agama yang diyakininya, tanpa menggangu kebebasan penganut agama lain. Jadi “ kerukunan yang kita cita-citakan bukanlah sekedar “rukun-rukunan” melainkan suatu kerukunan yang benar-benar otentik dan dinamis (Suparman Usman, 2007 : 58-59).

Dalam pandangan Weinata Sairin, dengan kerukunan otentik dimaksudkan bukanlah kerukunan yang diusahakan hanya oleh karena alasan-alasan praktis, pragmatis dan situasional. Tapi semangat kerukunan yang benar-benar keluar dari hati yang tulus dan murni, karena ia didorong oleh sesuatu keyakinan imaniah yang dalam sebagai perwujudan dari ajaran agama yang diyakini (PPKHB, 1979 : 39).

Sedangkan kerukunan dinamis dimaksudkan bukan sekedar kerukunan yang berdasarkan kesediaan untuk menerima eksistensi yang lain dalam suasana hidup bersama tapi tanpa saling menyapa. Melainkan kerukunan yang didorong oleh kesadaran bahwa, walaupun berbeda, semua kelompok agama mempunyai tugas dan tanggung jawab bersama yang satu, yaitu mengusakan kesejahteraan lahir dan bathin yang sebesar-besarnya bagi semua orang (bukan hanya umatnya sendiri). Karena itu mestinya bekerja sama, bukan hanya sama-sama bekerja.

KESIMPULAN

Begitu urgennya hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapacara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain :

1.      Menhilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain.

2.      Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.

3.      Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang beribadah

4.      Hindari diskriminasi terhadap agama lain.


Di Indonesia terdapat enam agama yang diakui pemerintah, yaitu : Islam, KristenKhatolik, Kreisten Protestan, Hindu,Budha, dan Konghucu. Hubungan di antara pemeluk-pemeluk agama tersebut telah diatur dalam perundang-undangan antara lain sebagai berikut :

1.    Tidak ada paksaan dalam agama, setiap pemeluk agama bebas melaksanakan ibadat menurut agamanya masing-masing.
2.  Penyebaran agama tidak dibenarkan kepada mereka yang sudah memeluk suatu agama. Demikian pula penyebaran agama tidak dibenarkan dengan cara intimidasi, bujukan, rayuan, pemberian materi,penyebaran pamphlet, bulletin, majalah atau dengan cara kunjungan dari rumah ke rumah.
3      Pendirian rumah ibadat harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk yang berlaku, antara lain disesuaikan dengan kebutuhan penduduk domisili setempat, dengan jumlah pemeluk agama minimal 40 kepala keluarga.
4.   Bantuan luar negeri yang berkaitan dengan pembinaaan dan penyiaran agama, hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Agama.
5.  Peringatan hari-hari besar keagamaan pada dasarnya diselenggarakan dan dihadiri oleh pemeluk-pemeluk agama yang bersangkutan, kehadiran pemeluk agama lain tidak boleh bertentangan ajaran agamanya.
6. Setiap orang yang mengeluarkan perasaan atau melakukan penghinaan, kebencian, permusuhan atau menodai agama atau pemeluk agama tertentu diancam dengan pidana penjara.




Sumber :
https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2552360
https://www.researchgate.net/publication/324821526_Kerukunan_dan_Toleransi_Antar_Umat_Beragama_dalam_Membangun_Keutuhan_Negara_Kesatuan_Republik_Indonesia_NKRI

Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu